PATROLI POST

Kabar Terbaru dari Bali

Minggu, 27 Desember 2009

Zona Suci Besakih Ditetapkan Lima Kilometer


Setelah banyak diperdebatkan, akhirnya zona suci Pura Besakih ditetapkan lima kilometer dari berbagai arah. Dan kini penetapan zona suci Besakih sudah masuk dalam zona kawasan strategis Provinsi Bali.

AMLAPURA (Patroli Post) - Menurut Kepala Bappeda Karangasem I Wayan Arthadipa, SH MH, Minggu (27/12) kemarin,  melalui payung hukum Perda Bali nantinya, zonasi kawasan suci Besakih akan dilaksanakan oleh Pemprov Bali bersama Pemkab Karangasem untuk mengamankan kawasan suci tersebut steril dari aktivitas di luar itu. Adapun batas-batas zona kawasan suci Besakih meliputi  jangkauan lima kilometer yakni  di sebelah Barat  berbatasan  dengan Kabupaten Bangli, pada arah Selatan jaraknya  sampai di Tukad Arca hingga  Toya Sah, di arah Timur  neliputi batas di  Tukad Dalem serta  pada arah Utara meliputi jangkauan hingga Puncak Gunung Agung.
Dengan  penataan seperti itu, di tingkat lapangan  harus sinergis  dengan apa yang boleh dan tidak boleh. “Pramuwisata  juga diharapkan bisa mentaati aturan yg ada,” ujarnya. Sementara untuk masalah kebersihan, menurutnya sudah ditopang dua kelompok  tenaga kebersihan, yakni kelompok  wilayah bagian  timur  didukung dan dibiayai oleh APBD Kabupaten Karangasem., sedangkan pada wilayah bagian  barat, dari Dalem Puri sampai lokasi Wantilan, yang pembiayaannya didukung oleh  Provinsi Bali.
Sementara terhadap keberadaan kios-kios di Boulevard Margi Agung, menurut Arthadipa, masih sedang disusun zonasinya, mereka yang  sudah berdagang tidak mungkin digusur  begitu saja, namun harus diatur dengan baik, untuk menempatkan lokasi dagang, warung, dagang kain dan lainnya. ”Kepemilikan tanah–tanah itupun juga perlu diinventarisir mana duwe opura dan mana milik perseorangan, sehingga keadaan Besakih dapat dipulihkan seperti sediakala,” tegasnya.
Sementara itu, Camat Rendang drs I Wayan Ardika, MSi mengatakan, penanganan masalah  keamanan dan kenyamanan  di Besakih dilakukan dengan  mengoptimalkan tim penertiban Besakih, guna  meminilalisir pelanggaran terutama dari pedagang di sekeliling Pura. Beberapa oknum yang melakukan nego-nego atau memaksa wisatawan untuk masuk kawasan suci dengan meminta imbalan uang, sudah ditindak dan dibina secara persuasif. “Melalui pembinaan yang intensif diharapkan para guide menyadari dan tumbuh rasa memilikinya terhadap  ODTW Besakih, dengan filosofi cenik lantang  bukan gede bawak,” cetusnya.
Jika ditemukan guide khusus Besakih yang kedapatan memeras wisatawan agar segera dilaporkan saat itu juga, agar tidak ketinggalan jejak untuk menjatuhkan sangsi. Jumlah guide khusus Besakih sebanyak  240 orang diantaranya yang sudah  berlisensi  dan sebanyak 180 orang  belum  berlisensi. aen

Subawa–Udiyana Figur Tepat Pemimpin Denpasar



DENPASAR (Patroli Post) – Partai Demokrat dan Golkar resmi menjalin koalisi dan mendeklarasikan paket yang akan diusungnya pada Pilkada serentak 4 Mei 2010. Khusus untuk Denpasar, koalisi partai ini mengusung calon I Wayan Subawa dan Ida Bagus Udiyana (paket Su–Di).
Diusungnya paket Subawa-Udiyana, menurut Ketua Tim Sembilan, .Made Mudarta, karena paket keduanya adalah figur tepat pemimpin Denpasar ke depan.
Kepada Patroli Post, Mudarta yang ditemui di sela-sela deklarasi koalisi dan kandidat Partai Demokrat-Golkar untuk Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Tabanan di Hotel Nikki, Denpasar, Sabtu (26/12) lalu.
Menurut Mudarta, keduanya (Subawa-Udiyana, red) merupakan representasi pemimpin nasional di tingkat lokal. Pembawaan Subawa mirip dengan Presiden SBY. Sedangkan Udiyana, sangat dekat dengan pembawaan Wakil Presiden, Boediono. “Keduanya merepresentasikan pemimpin nasional kita. Ini paket SBW (Subawa)-Udiyana. Maka kita pilih mereka, karena sosok seperti itu yang sekarang dibutuhkan oleh masyarakat,” ujar Mudarta.
Lebih jauh dikatakan, paket yang diusung Demokrat bersama Golkar ini merupakan paket yang paling ideal dari yang pernah ada memimpin Denpasar. Apalagi, imbuhnya, Subawa merupakan figur yang kaya akan pengalaman dalam membangun daerah.
Mudarta mencontohkan, kesuksesan Subawa dalam membangun Kabupaten Badung bersama dengan paket yang juga diusung koalisi partai ini, AA Gde Agung dan I Ketut Sudikerta.
“Kita berharap kesuksesan SBW membangun di Badung diimplementasikan juga di Denpasar. Itu (pembangunan, red) adalah agenda awal yang akan dilakukan jika paket yang kita usung ini menang,” tandasnya.
Selain itu, kata dia, SBW adalah satu-satunya sosok yang mampu membawa perubahan bagi kota Denpasar. Selain inovatif, masih kata dia, Subawa dan Udiyana juga memiliki karakter dan pembawaan yang cerdas. “Selain itu, karakter beliau berdua juga tenang, sejuk berwibawa dan kenyang pengalaman di birokrasi. Itu yang dibutuhkan di Denpasar,” imbunya.
Senada dengan Mudarta, anggota dewan Pembina Partai Demokrat, Jero Wacik, yang didaulat memberikan wejangan pada acara tersebut juga mengatakan., sosok Subawa dan Udiyana adalah pilihan tepat untuk masyarakat Denpasar.
Keduanya, kata Jero Wacik yang juga Menbudpar ini, merupakan putra daerah dengan pengalaman segudang. “Yang terpenting nanti, kita tidak boleh menghina calon lain. Tidak boleh korupsi. Dan saya yakin, Pak Subawa adalah sosok yang bersih,” ujar Wacik.
Sementara itu, Subawa dan Udiyana sendiri saat ditemui Koran ini mengatakan siap untuk mengemban tugas yang diamanahkan padanya. Apalagi, kata Subawa, amanah yang diembannya tidak hanya dari partai yang mengusungnya, tapi yang yang lebih penting adalah masyarakat Kota Denpasar.
Untuk itu, dirinya berharap agar masyarakat Denpasar juga mendukungnya untuk berjalan bersama membawa perubahan di daerah yang menjadi Ibu kota Provinsi Bali ini. “Tentunya membangun Kota Denpasar menuju keadaan yang lebih baik dari yang sebelumnya,” ujar Subawa yang kini masih menjabat Sekda Badung ini.
Untuk merealisasikan hal tersebut, dirinya berjanji akan mengoptimalkan kekuatannya untuk mensejahterakan masyarakat kota Denpasar. Terlebih, saat ini pemerintah memiliki dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diperuntukkan membantu masyarakat. “Dana itu kan memang dipakai untuk mensejahterakan masyarakat. Saya pun akan bertindak untuk melakukan hal itu,” jelasnya lagi.
Tentunya, lanjut Subawa, sebagai ‘penantang’ calon incumbent dirinya memastikan memiliki nilai lebih. Hanya saja, untuk urusan strategi menyakinkan hal tersebut, Subawa belum mau buka-bukaan.
“Strategi itu rahasia dalam perjuangan. Tapi yang pasti, kami memiliki nilai lebih dibanding dengan calon lainnya,” ujar Subawa, meyakinkan. bob

Pasang Baliho Bernada Ejekan


PDIP Tabanan Terus Bergolak


TABANAN (Patroli Post) – Pascaturunnya rekomendasi DPP PDIP yang menunjuk paket Wayan Sukaja – Putu Eka Wiryastuti sebagai duet Calon Bupati dan Wakil Bupati Tabanan, kader banteng seakan tak henti bergolak.
Di tengah penolakan sejumlah kader banteng, khususnya di Kecamatan Kediri, juga ada manuver dua petinggi PDIP yang gagal meraih rekomendasi sejak Minggu (27/12) kemarin dengan pemasangan baliho.
Kedua petinggi partai “moncong putih” itu adalah IGG Putra Wirasana dan Made Arimbawa. Mereka kompak membuat baliho dan telah terpasang di sudut kota Tabanan. Baliho kedua tokoh gaek PDIP ini seakan bernada ejekan buat pasangan Sukaja – Eka, pasalnya isi spanduk mereka bertemakan keharmonisan berlatar belakang logo banteng gemuk dalam lingkaran yang menjadi lambang PDI Perjuangan.
Dari pantauan Koran ini di lapangan, sedikitnya pasangan ini mengusung tiga tema dalam baliho tersebut. Seperti baliho yang dipasang di dekat trafic light simpang Jalan Pahlawan-Diponegoro, tepatnya di samping baliho milik Wayan Sukaja, bertuliskan “Bergerak Menuju Keharmonisan”. Baliho itu kira-kira berukuran 2 x 3 meter dengan fose Wirasana dan Arimbawa berpakaian adat Bali sambil merapatkan kedua tangannya di depan dada, tanda berucap salam.
Kesan sindiran sangat kental terasa. Pasalnya, baliho tersebut terpajang di samping baliho Wayan Sukaja dan Eka yang tampil sendiri-sendiri, padahal mereka sudah menjadi paket dengan rekomendasi DPP PDIP sudah di tangan.
Selain di simpang Jalan Pahlawan – Diponogoro, baliho Wirasana-Arimbawa juga terpasang di depan kantor PLN Tabanan, tepatnya di Jalan Gajah Mada. Baliho dengan fose pakaian adat berjabat tangan tersebut bertuliskan, “Tatap Masa Depan dengan Kerukunan”.
Kesan ejekan buat Sukaja-Eka kembali terasa. Pasalnya, kedua kader yang telah memegang rekomendasi DPP PDI Perjuangan tersebut masih tampak kurang “harmonis”. Baliho yang sama juga terpasang di Pasar Senggol Tabanan, dan terdapat di Terminal Pesiapan.
Masih ada satu tema baliho lagi yang kesannya mengkritik paket Sukaja-Eka yang dari awal terlihat tidak akur. Baliho tersebut bisa dijumpai di pinggir jalan By Pass Pesiapan-Kediri. Tepatnya di perempatan Gerokgak, Desa Delod Peken, Tabanan. Baliho itu menggambarkan Wirasana dan Arimbawa berjabat tangan erat dan bertertuliskan di bawahnya, “Eratkan Rasa Menyama Braya”.
Terkait pemasangan baliho tersebut, IGG Putra Wirasana yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Tabanan selama dua periode mendampingi N Adi Wiryatama tak bisa dihubungi via telpon.
Sementara Made Arimbawa yang mantan Ketua DPRD Tabanan 1999-2004 dan anggota DPRD Bali periode 2004-2009 yang berhasil dihubungi, mengaku bahwa baliho tersebut memang dipasang atas sepengetahuannya. “Kami pasang nggak banyak. Sekitar 20 baliho lah,” kata Arimbawa.
Ketika ditanya apakah baliho itu bentuk pembelotan atas rekomendasi DPP, ia menegaskan tidak ada maksud demikian. Dia juga menampik anggapan bahwa dirinya dan Wirasana berencana maju dalam Pilkada Tabanan 2010 melalui jalur independen.
“Tidak ada maksud kami keluar dari PDIP. Apalagi maju melalui jalur independen,” jelasnya, seraya mengatakan, balihonya masih memajang lambang PDIP. Spanduk itu hanya imbauan untuk rukun, menyama braya, dan jaga keharmonisan.
Malahan Arimbawa mengimbau Sukaja dan Eka membuat baliho seperti dirinya dengan Putra Wirasana. Bukan membuat baliho sendiri-sendiri seperti nyang terjadi sekarang.
Sementara Ketua Bapilu Tabanan, IGM Suryantha Putra enggan berkomentar ketika dihubungi. Alasannya, sejumlah baliho yang terpampang itu belum tertangkap jelas maksudnya. mas

Thaksinomics dalam Pilkada 2010



LAPORAN AKHIR TAHUN (warna merah)

Oleh IGM PUJASTANA



Presiden Indonesia ketiga, BJ Habibie  seolah menghilang dari hiruk pikuk politik Indonesia. Tak banyak hal yang bisa mendorongnya untuk angkat bicara. Tetapi setiap kali menyampaikan pendapatnya, kita mau tak mau terdorong untuk menyimak dan menjadikannya bahan renungan. Politik Indonesia, kata Habibie, sudah menjadi politik biaya tinggi. Habibie tidak merujuk pada satu kasus tertentu. Tetapi kita mahfum bahwa yang dimaksud adalah banyaknya uang yang harus dikeluarkan seorang calon legislatif (caleg) untuk bisa melenggang ke parlemen. Interaksi antara kandidat dan masyarakat pemilik hak suara tereduksi menjadi semata-mata hubungan antara pembeli dan penjual sebagaimana layaknya di pasar. Pemilik hak suara mematok harga tertentu untuk suaranya dan pembelinya, para kandidat itu, kemudian menawar. Harga cocok, transaksi pun terjadi.
Pemilihan umum 2009 lalu, sebagaimana halnya pemilu 2004, adalah sebuah pasar raksasa dimana posisi politik diperoleh melalui kesepakatan harga antara ‘pembeli’ dan ‘penjual’.  Unsur-unsur lain di luar uang, seperti kredibilitas dan track record para kandidat sama sekali tak berperan. Maka tak heran jika di beberapa daerah, para caleg yang tersangkut kasus korupsi bisa menjadi peraup suara terbanyak.
Peristiwa seperti ini bisa lumrah terjadi dalam suatu kepolitikan yang bersifat patrimonialistik.
Patrimonialisme secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu kepolitikan dimana dukungan diperoleh melalui pemberian imbalan ekonomi secara langsung.
Dengan memanfaatkan perilaku  pemilih yang bersifat patrimonialistik inilah, Presiden SBY dan partai Demokrat (PD) bisa mencapai kemenangan yang  spektakuler pada pemilu 2009 lalu
Kata kuncinya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang tak lain tak bukan adalah pemberian imbalan ekonomi secara langsung dan tunai untuk ‘membeli’ dukungan pemilih.
Menurut Survei Lembaga Survai Indonesia (LSI), pada bulan Juni 2008, dukungan terhadap Partai Demokrat (PD) hanya 8,7 persen, jauh di bawah PDIP (24,2 persen) dan Golkar (19,7 persen).
Pada saat yang sama, tingkat keterpilihan SBY lebih rendah 5 persen dibandingkan dengan Megawati.
Ahli politik National University Australia, Dr Marcus Mietzner mengatakan, banyak analis politik menilai para pemilih mulai jenuh dengan kepemimpinan SBY yang disebutnya sebagai ‘unspiring leadership’.
Tetapi tanpa di duga, pada bulan Juni tahun 2008 itu pula popularitas SBY dan PD mulai merangkak naik seiring dengan mulai digelontorkannya program populis pro rakyat miskin, seperti BLT, BOS dan PNPM Mandiri. Sepanjang Juni 2008 – April 2009 jumlahnya mencapai sekitar Rp 20 triliun. BLT, BOS`dan PNPM mandiri telah merubah secara dramatis imej dan personal style SBY. Karena itu tak heran pada bulan Februari 2009 popularitas SBY meroket menjadi 50.3 persen. Sedangkan dukungan  terhadap Partai Demokrat mencapai 24,3 persen. Sementara itu popularitas Megawati dan PDPI merosot secara signifikan.
Mietzner menyebut kebijakan populis yang diterapkan SBY sebagai  ‘Thaksinomics’.
Konsep ekonomi dengan memberi bantuan tunai pada masyarakat miskin pertama kali diterapkan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra ketika memenangkan pemilu tahun 2001 lalu. Bukan hanya SBY yang tergoda menerapkan Thaksinomics ini. Partai berkuasa di India dan Philipina juga terinspirasi olehnya.


Thaksinomics dan Pilkada
Sekitar bulan Mei 2010, lima kabupaten/kota di Bali akan melangsungkan pilkada. Pada tahun 2010 itu lebih dari 250 kabupaten/kota di seluruh Indonesia akan menyelenggarakan pilkada.
Pilkada 2010 nanti akan berlangsung dalam situasi dimana peran partai politik telah tereduksi secara signifikan. Sistem pilkada langsung dan dimungkinkannya calon independen non partai untuk ikut bersaing telah membuat peran partai politik menjadi kurang penting. Selain itu menurut Mietzner, hasil penelitian menunjukkan 75 persen responden merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan partai politik. Ini berarti para kandidat hanya bisa mengandalkan popularitasnya sebagai individu, bukan nama besar partai politik yang mengusungnya.
Calon incumbent memang memiliki keunggulan dibandingkan dengan calon lain, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya pemerintahan dan jaringan patronase. Tetapi fakta menunjukkan bahwa 40 persen calon incumbent rontok di seluruh Indonesia  dalam pilkada 2005. Di Bali sendiri beberapa calon incumbent rontok dalam pilkada 2005 dan 2007.
Para pemilih sepertinya tak ragu-ragu mendepak calon incumben yang tidak bisa memberikan layanan public service (baca : manfaat ekonomi langsung)  dan menunjukkan performance buruk. Ketokohan dan kinerja selama lima tahun menjabat akan menjadi faktor kunci kemenangan incumbent.
Para calon incumbent yang menyelenggarakan kebijakan populis ala Thaksin akan memiliki kesempatan besar untuk memang. Kepala daerah yang bisa menjalankan kebijakan ekonomi populer berupa pengucuran dana tunai kemungkinan besar akan terpilih kembali. Sedangkan yang terlalu banyak menerapkan langkah politik kontroversial dipastikan akan terdepak.
Di Bali, kebijakan populis juga mencakup aktivitas kultur dan relijius. Sesungguhnya di tengah marjinalisasi peran partai politik, cara yang paling efektif untuk menjangkau para pemilih adalah dengan terlibat aktif dalam setiap acara adat dan agama.
Dengan demikian,  kemurahan hati untuk mengucurkan bantuan secara tunai bagi aktivitas adat dan agama juga merupakan bagian penting dalam strategi Thaksinomics dalam pilkada di Bali.


Selasa, 15 Desember 2009

Perda RTRW Bali Sudah Final

‘Perlawanan’ Bupati/Walikota Kandas

‘Perlawanan’ walikota dan bupati se-Bali yang menolak Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, kandas sudah. Pasalnya, Ranperda RTRW Bali sudah memasuki babak final dan tidak bisa diganggu-gugat lagi. Demikian ditegaskan Direktur Fasilitasi Ruang dan Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Depdagri, Dr. Drs. H. Sjofyan Bakar, M.si di Denpasar, Selasa (15/12) kemarin.

DENPASAR (Patroli Post) - Penegasan itu disampaikan Sjofyan di sela-sela penyerahan Keputusan Mendagri tentang evaluasi Ranperda RTRW Provinsi Bali dan konsultasi rencana tata ruang di gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali.
Dikatakan, segala aturan hukum, tentunya harus mengacu pada hirarki perundang-undangan. Dengan demikian, peraturan teknis yang akan ditelurkan oleh kabupaten/kota terkait rencana tata ruang wilayah harus mengacu pada tingkat yang lebih tinggi yaitu, Perda RTRW Provinsi Bali. ”Begitu juga halnya dengan Bali, harus mengacu pada aturan di tingkat pusat. Jadi tidak boleh ada penerjemahan di luar aturan yang ditetapkan berdasarkan hirarki perundang-undangan tersebut,” jelasnya.
Dengan begitu, lanjut Sjofyan, keberatan kabupaten/kota yang pernah disampaikan tidak bisa lagi diakomodasi. ”Sudah tidak bisa lagi dong keberatan itu disampaikan. Karena semua ini mengacu pada mekanisme peraturan perundang-undangan,” kata Sjofyan.
Lebih jauh Sjofyan mengatakan, saat ini RTRW Bali sudah mendapat persetujuan dari Mendagri. Persetujuan itu sudah diberikan oleh Mendagri dengan mengeluarkan keputusan yang sudah diserahkan kepada Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. ”Sudah ada Kepmendagrinya. Dan itu sudah kami serahkan kepada gubernur. Karena menurut Peraturan Mendagri No 8 Tahun 2008, pengesahan Perda harus mendapat persetujuan dari Mendagri, dan itu sudah disetujui,” imbuhnya.
Seperti diberitakan Koran ini sebelumnya, sempat terjadi penolakan oleh bupati/walikota terhadap Ranperda RTRW Bali. Dalam penolakannya, bupati/walikota mempersoalkan sempadan pantai dan kawasan suci di masing-masing kabupaten/kota. Bahkan, keberatan bupati/walikota itu sudah disampaikan kepada gubernur secara tertulis.
Tampaknya, dengan hal ini (perda RTRW Bali sudah final, red), maka keberatan itu sudah tidak memiliki arti lagi. Dengan demikian, bupati/walikota harus membuat detail aturan rencana tata ruang wilayah dengan mengacu pada rencana tata ruang provinsi yang sudah akan ditetapkan. bob

Demokrasi Memerlukan Uang

Sebuah demokrasi memerlukan pemilu. Dan pemilu memerlukan operasional partai politik, komunikasi politik, polling dan pembuatan kebijakan. Ujung dari semua aktivitas tersebuat adalah uang. Maka benarlah apa yang dikatakan Marcin Walecky bahwa money provides access to the basic tools of a modern democracy. Karena uang begitu vital dalam demokrasi, maka selalu ada kemungkinan sebuah partai atau siapapun yang ingin menggapai posisi politik akan terjebak dalam skandal keuangan. Bisa jadi karena para politisi tersebut terlalu bersemangat dalam mengumpulkan dana untuk kepentingan pemilu sehingga tanpa sadar melabrak aturan dalam political financial system. Dan memang sesungguhnya tidak ada demokrasi yang kebal terhadap bahaya korupsi politik. Negara-negara yang demokrasinya sudah mapan sekalipun sering diguncang skandal keuangan.
Menurut Walecky, ada beberapa hal yang menyebabkan korupsi terjadi dalam sistem finansial politik. Tapi cukup kita sebut dua diantaranya. Pertama, tingkat kompetisi politik yang terlalu ketat. Kedua, karena masyarakat begitu miskin sehingga uang sangat penting untuk mempengaruhi pilihan mereka. Dalam kondisi demikian, donasi dari masyarakat sulit diharapkan.
Kedua faktor ini ada di Indonesia. Karenanya tak ada satupun ahli politik yang punya keyakinan bahwa rejim keuangan politik yang kita miliki sekarang cukup mantap untuk bisa mencegah terjadinya skandal keuangan dalam politik. Ketika muncul skandal keuangan yang melibatkan dana besar, seperti kasus Bank Century, maka yang pertama ada dipikiran para politisi adalah dugaan bahwa hal itu melibatkan kepentingan politik. Bahwa ada partai tertentu yang merancang penyelamatan Bank Century untuk kepentingan dana kampanye. Dengan demikian tak mengherankan jika kemudian penanganan skandal Bank Century lebih cenderung dilakukan secara politik. Pansus Skandal Bank Century pun muncul.
Jika kasus Bank Century sungguh-sungguh ingin diselesaikan secara hukum maka hasil audit BPK merupakan modal yang lebih dari cukup bagi institusi hukum untuk bergerak.
Resiko bagi penanganan secara politik adalah kemungkinan terjadinya kompromi politik. Bukankah politik tak lain dan tak bukan adalah soal kompromi kepentingan? Jika tak ada satupun kekuatan politik yang mampu mendorong para elit politik untuk memulai kompromi politik, kasus Bank Century akan menggelinding ke sana kemari tanpa akhir. Mungkin bisa jadi kompromi politik tak diperlukan, asalkan momentum politik yang muncul begitu kuat sehingga Presiden SBY pun tak kuasa membendung dan harus tergilas.

Minggu, 13 Desember 2009

Diduga Bermotif Dendam


Kasus Pembunuhan Sadis Pasutri


DENPASAR (Patroli Post) Hingga kini, jajaran Poltabes Denpasar yang menangani kasus pembunuhan sadis terhadap pasangan suami istri (pasutri), Sugianto Halim (30) dan Fenny Maria (27), bos toko grosir ‘Sejahtera’ di Jalan Wahidin 74B Denpasar yang terjadi Jumat (11/12) lalu, kini masih memburu pelaku dan berusaha mengungkap motifnya.
Saat ini, polisi melakukan pengejaran terhadap sebuah mobil Kijang Innova bernopol Jakarta yang diduga digunakan pelaku. Selain itu, polisi juga melakukan pendalam terhadap sejumlah fakta yang berhasil dikumpulkan dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) yang menewaskan pasutri asal Jember, Jawa Timur (Jatim) tersebut.
Informasi yang diperoleh Patroli Post di lapangan, Minggu (13/12) kemarin, malam itu sebelum kejadian suasana di sekitar TKP seperti biasa dan tidak ada hal yang mencurigakan, termasuk tidak ada orang yang bertamu ke rumah korban.
“Saat kejadian, pada lantai satu di TKP tidak ada yang mencurigakan dan tampak rapi. Namun hal sebaliknya terdapat di lantai dua tempat ditemukannya korban yang telah tewas bersimbah darah dengan puluhan tusukan. Ketika itu, dilaporkan handphone (HP) milik korban telah hilang,” ujar seorang sumber.
Atas hasil olah TKP tersebut, kata sumber tadi, diduga pelakunya lebih dari satu orang dan telah mengenal korban. Hal senada juga diungkapkan seorang penekun supranatural yang kebetulan lewat di depan TKP saat peristiwa naas  itu terjadi.
Ketika dikonfirmasi, penekun supranatural yang minta namanya dirahasiakan itu mengatakan, dalam waktu dekat atau sekitar sepekan setelah kejadian, polisi akan menemukan titik terang atas peristiwa pembunuhan yang menggegerkan warga di sekitarnya.
Bahkan lebih jauh dikatakan oleh penekun supranatural itu, berdasarkan bisikan dari alam gaib yang diterimanya, arwah korban mengatakan pelakunya lima orang, namun eksekutornya tiga orang.
Disebutkan, motif pembunuhan terhadap pasutri yang baru menikah itu adalah masalah pribadi dan bisa jadi soal dendam. Mengingat, diantara pelaku ada yang telah kenal dengan korban. “Diantara pelaku, ada yang masih punya hubungan keluarga dengan korban,” sebut sumber tersebut, sembari menambahkan, jika Tuhan mengizinkan dalam waktu 40 hari polisi akan berhasil mengungkap pelaku pembunuhan tersebut. “Silahkan polisi bekerja sesuai prosedur penyidikan, toh hasil olah TKP sudah bisa banyak membantu,” imbuhnya.
Sementara itu, sumber di kepolisian yang tidak bersedia ditulis namanya menyebutkan  pembunuhan sadis itu diduga bermotif bisnis. Asumsi ini dikuatkan dengan tidak adanya barang berharga milik korban yang hilang, selain satu buah HP saat kejadian berlangsung. 
Sebelumnya, ketika dilakukan olah TKP pada Jumat (11/12) sore lalu, Kapoltabes Denpasar Kombes Pol Gde Alit Widana mengatakan, pembunuhan terhadap pasutri itu diperkirakan terjadi Jumat pagi antara pukul 09.00 sampai 10:00 Wita.
Selanjutnya ketika dikonfirmasi Minggu (13/12) kemarin, Kapoltabes mengatakan pihaknya masih mendalami kasus tersebut dan akan terus memburu pelakunya. Ditambahkan pula, pihaknya telah meminta keterangan sejumlah saksi. ugi/ray

Kamis, 10 Desember 2009

Rebutan Ketua, PDIP Bali Terancam Pecah




Perebutan kursi ketua DPD PDIP Bali 2010-2015 kian memanas. Bahkan, santer diberitakan partai “Moncong Putih” Bali itu kini berada diambang perpecahan.  Pasalnya, masing-masing kubu yang dianggap kuat kini berseteru dan mengklaim sebagai kubu yang akan mendapat rekomendasi dari DPP PDIP.

DENPASAR (Patroli Post) – Dua kubu PDIP yang kini tengah berseteru itu adalah kubu Ketua DPD Bali AA N Oka Ratmadi yang akrab disapa Cok Rat, dan kubu Adi Wiryatama (Ketua Bapilu Bali yang kini menjabat Bupati Tabanan).
Menghadapi kenyataan itu, kader PDIP Bali pun kini sudah mulai terkotak-kotak. Kubu Cok Rat   menggalang kekuatan dari gedung dewan Renon. Sementara kubu Adi Wiryatama mengalang kekuatan dari arus bawah (baca- kabupaten).
Asumsi itu diperkuat dengan berbagai penafsiran terhadap SK DPP nomor 435 terkait pemilihan ketua DPD Provinsi. Menurut kubu cok Rat, Adi Wiryatama secara struktural tidak bisa masuk sebagai bakal calon (balon) terkait keberadaan dirinya sebagai bupati. Sebab, di dalam SK tersebut diatur, kader yang menjadi pengurus di tingkat kabupaten atau menjabat sebagai pimpinan di tingkat kabupaten tidak bisa menjadi pengurus di tingkat lebih atas atau lebih bawah.
Dengan demikian, peluang Adi Wiryatama untuk memimpin PDIP Bali kandas dengan adanya aturan tersebut. Sementara kubu Cok Rat terus menggalang kekuatan.
Bahkan untuk mengamankan posisi politisi gaek dari Puri Satria, denpasar tersebut, kader PDIP di dewan Bali bungkam seribu bahasa.
Wayan Karyasa yang digadang-gadang sebagai salah satu ujung tombak tim sukses Cok Rat tidak meberikan komentar ketika ditanya seputar perpecahan di tubuh PDIP.
Demikian juga ketika wartawan Koran ini mencoba menemui di ruang kerjanya di DPRD Bali, Kamis (10/12) kemarin, ada jawaban dari kesekretariatan DPRD Bali, kalau yang bersangkutan sedang keluar.
Demikian juga ketika dihubungi lewat telepon selularnya, yang bersangkutan tidak memberikan komentar apa-apa. Sementara kubu Adi Wiyatama yang dikabarkan dikomandani Ketua Bapilu Denpasar Made Arjaya denga tegas mengatakan, kalau kubu Cok Rat salah penafsiran dan sengaja mencari selamat dengan penafsiran yang keliru.
Sebab, kata dia, jelas dalam aturan yang dikeuarkan DPP dititik beratkan terhadap kaderisasi. Siapapun kader PDIP yang diangap mampu bisa mencalonkan diri sebagai ketua DPD dengan catatan harus menjadi anggota PDIP minimal tiga tahun.
Masalah kader tersebut berada di tingkat level paling bawah sekalipun kalau kemampuanya bisa membawa PDIP kedepan lebih baik, tidak jadi soal, kata politisi muda berbakat asal Sanur ini. “Yang tidak terima, kalau PDIP Bali dipimpin oleh orang yang diragukan kemampuannya. Bahkan, kalau kader tersebut tidak jelas. Sejak kapan ia menjadi kader PDIP,” ujar Arjaya yang juga Ketua Komisi I DPRD Bali.
Dua pandangan yang berbeda tersebut, berimbas kepada keharmonisan PDIP itu sendiri. Sementara kabupaten/kota sudah mulai menyusun kekuatan untuk menggolkan Adi Wiryatama diangap berhasil mempertahankan suara PDIP Bali pada Pemilu lalu.
Sedangkan kader yang duduk di dewan Renon berangapan kalau kesuksesan tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan Cok Rat. Maka jadilah bola panas tersebut terus mengelinding di daerah.
“Buleleng pecah, kader di akar rumput mendukung Adi Wiryatama,” ujar salah satu kader PDIP Buleleng yang enggan namanya dikorankan. din

Presiden : Asia Kaya Pengalaman Berdemokrasi



NUSA DUA (Patroli Post) - Presiden Susilo B Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa Asia sesungguhnya sangat kaya dengan pengalaman berdemokrasi, salah satunya pemberi kontribusi pengenalan masalah ini kepada dunia adalah melalui Institut Perdamian dan Demokrasi yang sejak didirikan satu tahun lalu telah aktif melakukan kegiatan, seminar, lokakarya, dan temu ahli.
Menurut Kepala Negara, peningkatan demokratisasi dan pembangunan suatu negara harus berjalan seiring karena kedua hal itu menjadi prasyarat utama agar tujuan demokrasi masyarakat adil dan makmur tercapai.
"Tujuan utama dari BDF II ini adalah dialog dan kerja sama regional dan internasional tentang demokrasi dan kita saling belajar tentang berdemokrasi," kata Presiden ketika  memberikan sambutan pada acara Forum Demokrasi Bali (BDF) II di Nusa Dua, Kamis (10/12) kemarin.
Dalam kesempatan itu Presiden mengutarakan pokok pikirannya terkait demokrasi dan pembangunan, dimulai dari tuntutan terhadap akuntabilitas pemimpin dan pejabat pemerintahan.
Kerja sangat keras untuk memberi yang terbaik bagi rakyat merupakan esensi tata kelola pemerintahan yang baik. "Memberi ruang partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan juga satu keharusan karena mereka memiliki aspirasi, pemimpin di pemerintahan dan parlemen memiliki tugas untuk mencari cara terbaik untuk itu," ujarnya.
Keseimbangan pembangunan ekonomi dan politik, juga hal pokok karena jika satu aspek menjadi lebih penting, maka akan timbul ketidakstabilan dan ketidakpuasan.
"Saya lihat ada hikmah dari krisis ekonomi global. Krisis itu memaksa dunia merestrukturisasi ekonomi yg lebih demokratis. G20 dan dukungan Asia menjadi faktor penting. Ini memberi kesempatan sama bagi yang lemah," katanya.
Hadir dalam kegiatan itu tiga kepala pemerintahan, yaitu Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Jepang Hatoyama Yukio dan Perdana Menteri Timor Timur Kay Rala Xanana Gusmao. Yudhoyono bersama Hatoyama bertindak sebagai Ketua Bersama BDF II kali ini. yes/ant


Rabu, 02 Desember 2009

Pemprov-Pemkab Diminta Lakukan Pendataan Dini

Soal Rawan Pangan di Nusa Penida

DENPASAR (Patroli Post) – Merebaknya persoalan kerawanan pangan yang tiap tahunnya terjadi di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, mendapat perhatian serius dari anggota DPRD Bali, Ngakan Made Samudera, SH.
Dia mengatakan, seharusnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung melakukan pendataan dini terkait seringnya daerah gersang itu mengalami rawan pangan.
“Pendataan dini itu harus dilakukan secara keseluruhan. Terkait di dalamnya -- tidak hanya soal kerawanan pangan terhadap manusia, tapi juga pada ternak milik petani. Sehingga kita dapat mengantisipasinya dan mencarikan solusinya secara benar,” jelasnya kepada Patroli Post, Rabu (2/12) kemarin.
Menurutnya, persoalan yang menimpa Nusa Penida sangat pelik. Tidak hanya soal pangan, tapi juga sudah menyasar pada minimnya pasokan air bersih.
Hal itu terjadi, lanjut mantan Sekretaris Dewan DPRD Bali ini, setiap kali musim kemarau tiba. rumput-rumput yang tadinya hijau untuk pakan ternak berubah kering. Dengan begitu, otomatis ternak juga kekurangan makanan. Stok air bersih juga menjadi persoalan tersendiri didaerah tandus itu.
Khusus untuk pasokan air bersih, Samudera berharap harus secara cepat dicarikan solusinya. Dia mengatakan, saat ini yang paling mudah dijangkau solusinya adalah dengan menyediakan stok air bersih yang selama ini sudah disiapkan oleh Pemprov Bali.
“Harus dipercepat distribusinya. Terutama stok air bersih yang sudah disiapkan Pemprov Bali dari daerah terdekat itu,” tandasnya, tanpa memjelaskan daerah terdekat yang dimaksud.
Lebih jauh Samudera yang juga mantan Asisten III Sekda Bali ini menegaskan, persoalan ini harus mendapat perhatian serius dari Pemprov dan Pemkab Klungkung. Dengan begitu, diharapkan persoalan pelik yang menimpa Nusa Penida dapat segera teratasi dengan segera. Sebab, katanya menambahkan, Bali ini daerah yang kaya akan pangan. “Ini ironi di daerah kaya pangan. Untuk itu, harus ada upaya koordinasi cepat oleh Pemkab Klungkung dengan Pemerintah Provinsi, maupun dengan daerah lainnya,” imbuhnya.
Kendati begitu, Samudera mengatakan, apa yang terjadi di Nusa Penida merupakan kebiasaan yang terus berulang. “Setiap musim panas panjang tiba, hal itu (kerawanan pangan dan kekurangan stok air bersih, red) biasa terjadi. Jadi, orang-orang di sana tidak kaget lagi. Tapi, bukan berarti kita tidak mengambil tindakan untuk menyelesaikan persoalan ini. Untuk itu, komitmen kita dipertaruhkan,” demikian Samudera. bob

Eksekusi Bentrok, 9 Warga Ditangkap

Eksekusi Bentrok, 9 Warga Ditangkap
Seperti sudah diprediksi sebelumnya, pelaksanaan eksekusi lahan sengketa di areal Bandara Letkol Wisnu, Buleleng, Rabu (2/11) kemarin, berakhir bentrok antara warga dengan aparat.

SINGARAJA (Patroli Post) - Dalam eksekusi yang berlangsung dalam suasana tegang itu, sedikitnya sembilan warga yang diduga sebagai provokator dan menghalangi petugas diamankan.
Di lokasi, juru sita PN Singaraja dihadang ratusan massa yang simpati terhadap nasib Ketut Landra (sebagai termohon). Massa terlibat saling dorong dan adu pukul dengan pasukan pengendali masssa (Dalmas ) Polres Buleleng.
Sementara itu massa dari kubu Putu Weka Sadiarta (pemohon eksekusi), terlihat bergerombol dan sempat memprovokasi massa pendukung kubu Mangku Subadra.
Dari pantauan Patroli Post, pagi sebelum eksekusi dilakukan, massa pendukung sudah terlihat memadati objek eksekusi. Massa kedua kubu terkonsentrasi di dua titik. Di pintu masuk Bandara Letkol Wisnu, ratusan massa memasang barikade untuk menghalangi petugas.
Sedangkan di depan rumah Mangku Subadra, massa memasang barikade berupa balok kayu dan ban bekas. Akibatnya, suasana tak urung mencekam menunggu detik-detik pelaksanaan eksekusi.
Ketut Landra sebagai pihak yang kalah didukung massa yang bersimpati terhadap nasibnya. Sebaliknya pemenang sengketa, Sadiarta juga tak mau kalah dalam urusan mengerahkan massa. Maka sekelompok orang bertubuh kekar dan penuh tato pun diterjunkan ke arena ‘pertempuran’
Tak lama kemudian muncul sekelompok massa pendukung Landra yang dipimpin oleh I Gusti Bontoan. Mereka melakukan provokasi dengan melontarkan teriakan menantang kubu lawan. Bahkan, Bontoan sempat menanyakan keberadaan Rasyid, salah satu korlap pembela kubu Subadra.
Tak pelak, ulah Bontoan itu membuat sebagian massa yang terprovokasi sempat terpancing, namun berhasil dicegah oleh aparat keamanan berpakaian preman, sehingga bentrok kedua kubu dapat dihindarkan.
Sementara,petugas eksekusi dari PN Singaraja yang dipimpin oleh Ketua Panitera PN Singaraja, Gusti Ngurah Suandha, SH setiba di lokasi langsung menuju Balai Desa Sumberkima, untuk melakukan perundingan dengan para pihak yang bersengketa.
Ditempat itu, suasana juga sempat panas akibat terjadi penolakan eksekusi dari pengacara Subadra, Agus Samijaya, SH. Bahkan tim pengacara Nengah Subadra walk out dari ruang pertemuan akibat terjadi dead lock saat menentukan objek eksekusi sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pengacara beranggapan, putusan perkara Perdata No.104/Pdt.G/1991/PN.Sgr juncto Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.: 11/Pdt.G/1993/PT Dps juncto Putusan Mahkamah Agung RI No.1823 K/pdt/199, serta penetapan Ketua PN Singaraja No.104/Pen.Pdt.G/Eks/1991/PN Sgr tanggal 9 Februari 2006 adalah salah objek dan pelaksanaannya cacat hukum.
Setelah perundingan buntu, tim eksekutor lantas bergerak menuju objek eksekusi, namun ratusan massa telah siap menghadang. Pasukan Dalmas Polres Buleleng kemudian membentuk formasi yang berhadap-hadapan dengan massa.
Akibatnya, terjadi saling dorong dan baku pukul saat tim eksekutor PN Singaraja merangsek maju dengan berlindung di balik tameng polisi. Massa yang sebagian besar terlihat dari keluarga Subadra, sangat gigih bertahan. Bahkan, sejumlah wanita terlihat berada di barisan depan menghalangi laju tim eksekutor. Tidak sedikit diantaranya berteriak kesakitan akibat terkena pukulan aparat dan terjepit oleh himpitan massa yang saling dorong.
Dari kejadian itu, sembilan orang diamankan oleh aparat karena dianggap menghalangi jalannya eksekusi. Mereka adalah Nyoman Sukadana (44), Kadek Astama Yasa (27), Wayan Sudharma (21), Wayan Landra (52), Putu Widada (19), Parwata (19), Gede Mudarsa (53), Wayan Selamet (35) dan Komang Mudiarthana (40), kesembilan orang ini mengaku sanak family Nengah Subadra.
Setelah berjuang selama hampir satu jam, akhirnya tim eksekutor berhasil melaksanakan tugasnya mengambil alih lahan rumah tinggal yang selama ini dalam penguasaan keluarga Nengah Subadra. Tim eksekutor mengultimatum sembilan keluarga Subadra yang bertempat tinggal di lokasi itu untuk segera mengeluarkan barang-barangnya sebelum dikeluarkan paksa oleh tim eksekutor.
Melihat hal itu, teriakan histeris para wanita tidak terelakkan, bahkan dua diantaranya jatuh pingsan. Namun, eksekusi terus berlangsung tanpa menghiraukan keadaan para tereksekusi itu.
Sayang, tim eksekusi PN Singaraja hanya melaksanakan tugasnya mengeksekusi lahan dan rumah tinggal milik Jero Mangku Nengah Subadra saja. Sedangkan sisanya yang kini dipakai untuk areal Bandara Letkol Wisnu tidak disentuh sama sekali.
Padahal, dalam perkara perdata tersebut lahan bandara termasuk bagian yang seharusnya dieksekusi karena termasuk bagian dari lahan atas sertifikat nomor 588 dan sertifikat nomor 606.
Ketua Tim eksekutor, Gusti Ngurah Suandha, SH, ketika dikonfirmasi saat berada di lokasi eksekusi, mengaku lahan bandara tersebut bagian dari yang akan dieksekusi. ”Ya semua termasuk lahan bandara itu,” demikian Suandha.
Eksekusi yang berlangung kemarin, adalah yang kedua kalinya setelah eksekusi pertama gagal dilakukan. war