PATROLI POST

Kabar Terbaru dari Bali

Minggu, 21 Februari 2010

Kompromi Politik

 Orang Amerika belakangan sedang jenuh dengan kinerja anggota Kongres. Sebuah survei menunjukkan, 63 persen warga negara Amerika Serikat ingin agar para anggota Kongres yang sekarang tidak terpilih lagi. Sementara kepercayaan terhadap Presiden terkadang bisa naik atau turun, kepercayaan terhadap para anggota Kongres cenderung relatif rendah dari masa ke masa. Orang Amerika dalam sejarahnya memang tidak terlalu percaya bahwa para anggota Kongres bekerja sungguh-sungguh melindungi kepentingan para pemilihnya.

Stasiun TV CNN menyebutkan, 63 persen warga AS ingin para anggota Kongres yang sekarang tidak terpilih lagi karena terlalu banyak kompromi yang terjadi. Kompromi politik itu sudah tak bisa lagi diterima karena hal itu tak lagi mengindahkan ideologi yang diusung masing-masing anggota Kongres.

Kompromi seringkali melanggar nilai-nilai dasar yang diusung masing-masing partai politik. Dengan demikian, atas nama kompromi politik para anggota Kongres dari Partai Republik bersedia mengorbankan ideologi konservatif. Sedangkan anggota Kongres dari Partai Demokrat tak lagi menganggap nilai-nilai liberal sebagai batas akhir dimana kompromi politik harus dihentikan.

Dengan kata lain, rakyat AS tak lagi bisa membedakan, apakah seorang anggota Kongres berasal dari partai Demokrat yang Liberal atau Partai Republik yang Konservatif. Kompromi politik telah mendorong munculnya pragmatisme melampaui ideologi yang menjadi trade mark masing-masing partai politik.

Jika di AS kompromi politik mulai melunturkan ideologi partai, di Indonesia ideologi sudah lama tak lagi menjadi faktor pembeda setiap partai politik yang  bersaing dalam pemilu. Kita memang mengenal dua kubu partai, yaitu Islam dan Nasionalis. Tetapi hal itu hanya penggambaran di atas kertas.

Pada realitasnya, partai-partai Islam dan Nasionalis begitu mudah melakukan kompromi sehingga tak lagi terpancar pemisahan secara ideologi. Konfigurasi koalisi antara partai politik di Indonesia bisa terjadi dalam titik yang begitu ekstrem. Partai-partai Islam bukan mustahil berkoalisi dengan partai Nasionalis. Bahkan di beberapa daerah Partai Islam dan Kristen berkoalisi untuk mendukung paket yang sama dalam sebuah Pilkada.

Lalu kenapa partai-partai di Indonesia tidak memiliki ideologi yang khas sehingga bisa dengan mudah dibedakan dari partai-partai lain? Hal ini karena partai-partai politik yang saat ini ada didirikan untuk menampung ego para politisi yang merasa tak punya cukup ruang di partai lain. Partai-partai bukan didirikan untuk mendukung ideologi tertentu seperti halnya di negara-negara Eropa atau AS.

Dengan demikian maka tidak mengherankan bahwa kompromi politik di DPR maupun DPRD akan terjadi tanpa halangan ideologi melainkan mulus berlangsung di atas kepentingan politik sesaat. Tak perlu diherankan jika hasil akhir Pansus Skandal Bank Century pun tidak semata-mata menggambarkan hasil penyelidikan yang objektif, melainkan juga tingkat kompromi diantara partai-partai yang memiliki anggota di Pansus tersebut.




Kamis, 18 Februari 2010

PT Waskita Karya Somasi DPU

Buntut Kasus Pipanisasi
  
Kasus tender mega proyek pipanisasi air bersih di Karangasem, yang menganulir PT Waskita Karya sebagai pemenang awal tender, dan memenangkan PT Adi Karya sebagai pemenang tender ternyata berbuntut panjang. PT. Waskita Karya setelah melakukan banding pasca dianulirnya sebagai pemenang kontrak, kini mensomasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Karangasem. Somasi tersebut dilayangkan oleh PT Waskita Karya, pascarapat dengar pendapat DPRD Karangasem dengan Kadis PU, I Wayan Arnawa.

AMLAPURA (Patroli Post) - Saat itu kadis PU menyatakan alasan didiskualifikasikannya PT Waskita Karya sebagai pemenang tender, karena Waskita Karya sedang dalam kondisi pailit, setelah Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, menonaktifkan dua Direktur Waskita Karya sebab menggelembungkan laporan keuangan. Keberatan dikatakan pailit, perusahaan jasa konstruksi ini langsung mensomasi DPU pada Selasa (16/2)  lalu.
Sementara itu Kadis PU I Wayan Arnawa, ketika ditemui di ruangannya, Kamis (18/2) kemarin, membenarkan soal somasi yang dilayangkan pihak Waskita Karya. “Memang benar kami menerima somasi dari pihak PT Waskita Karya, dan somasi tersebut sudah kami jawab,” ungkapnya.
Ia mengatakan, jika surat jawaban atas somasi itu sudah dikirim ke kantor PT Waskita Karya cabang Bali pada Rabu (17/2) lalu.
Menurutnya penjelasan yang dia sampaikan di hadapan para wakil rakyat saat rapat kerja dengar pendapat tersebut sudah gamblang sesuai dengan fakta sebenarnya. Pihaknya mengakui, sebelumnya PT Waskita Karya memang dinyatakan sebagai pemenang tender oleh panitia. Namun, belakangan pihaknya menerima informasi jika dua orang Direktur PT Waskita Karya, dinonaktifkan karena kasus penggelembungan laporan keuangan. “Saya juga membaca di Koran Kompas terbitan 29 Agustus 2009, pas beberapa hari setelah panitia menyatakan PT Waskita Karya sebagai pemenang tender,” ulasnya.
Menurutnya ada dua alasan mendasar kenapa PT Waskita Karya akhirnya didiskualifikasikan sebagai pemenang tender, yakni Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, dimana dalam Kepres tersebut melarang perusahaan yang dinyatakan pailit untuk mengikuti tender. Yang kedua perusahaan tersebut tidak mencantumkan kewajiban, hak, dan pengalaman menangani proyek, “Sesuai dengan Kepres, peserta lelang harus mencantumkan persyaratan tadi, tapi dalam hal ini PT Waskita Karya hanya melampirkan modal saja,” terangnya.
Selain itu menurut Arnawa, PT Waskita Karya merupakan perusahaan joint operasional, namun dalam persyaratan tidak dilampirkan atau dicantumkan pengalaman dan kualifikasi perusahaan yang diajak bekerjasama tersebut. “Soal kenapa  alasan pendiskualifikasian PT Waskita Karya sebagai pemenang tender, itu sifatnya rahasia dan hanya boleh disampaikan kepada perusahaan yang lolos kualifikasi, kalau disampaikan secara terbuka kan sama dengan mencemarkan nama baik perusahaan bersangkutan, dan seharusnya PT Waskita Karya tahu hal itu,” tegasnya.
Sementara itu, ramainya masalah ini dimuat di media massa, ternyata mengundang BPK untuk datang menyelidiki kasus tersebut, Arnawa sendiri mengaku jika saat ini pihaknya sedang diperiksa oleh BPK. “Saat ini saya sedang diperiksa BPK, mereka meminta dua surat balasan atas sanggahan PT Waskita Karya,” akunya, sambil mengatakan jika semua berkas yang diminta BPK sudah dia penuhi, namun hingga saat ini belum diketahui hasil pemeriksaan tersebut. aen

Ada Kandidat Gunakan Ijasah Palsu

KPUD Diminta Hati-hati

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat meminta KPU Provinsi Bali untuk berhati-hati dan bertindak profesional, terkait dengan penyelenggaraan Pilkada secara serentak di lima kabupaten/kota di Bali, Mei mendatang.

DENPASAR (Patroli Post) – Imbauan itu disampaikan karena KPU Pusat mengindikasikan banyak persoalan yang akan muncul terkait penyelenggaraan hajatan demokrasi lima tahunan tersebut. Demikian ditegaskan anggota KPU Pusat, I Gusti Putu Artha di Denpasar, Kamis (18/2) kemarin, di sela-sela transit perjalanannya menuju Papua.
Menurut Artha, kehati-hatian yang dimaksudnya lebih ditekankan kepada menjaga kinerja, sesuai dengan aturan perundang-undangan. Sebagai misal, jika terjadi konflik yang melibatkan status calon kandidat, maka KPUD harus bisa mengambil posisi yang selayaknya. Sebut saja misalnya persoalan calon Walikota Denpasar, I Wayan Subawa, yang sempat dipersoalkan terkait jabatannya sebagai Sekda Badung. Menurutnya, KPUD hanya memeriksa berkas persetujuan pengunduran diri dari kandidat tersebut, yang disetujui oleh Bupati Badung. “Kalaupun hingga hari ini Subawa masih menjabat sebagai Sekda, itu urusan Bupati. KPUD tidak boleh masuk ke dalam ranah tersebut,” ucap Artha.
Persoalan lainnya, lanjut Artha, jika beberapa pihak mensinyalemen adanya dugaan ijasah palsu yang digunakan oleh kandidat peserta Pilkada. KPUD, lanjut dia, tidak boleh masuk ke dalam ranah asli ataukah palsu ijasah yang digunakan oleh kandidat tersebut. Sebab, katanya, wilayah itu merupakan kewenangan dari Dinas Pendidikan, Dikti dan lembaga hukum lain yang berwenang.
“Kalau lembaga terkait sudah menyatakan ijasah itu palsu atau atau asli dan memiliki kekuatan hukum tetap, baru menjadi kewenangan KPUD lagi untuk mengambil sikap,” jelasnya.
Selain itu, hal lain yang juga menjadi penekanannya, yaitu terkait tidak lolosnya kandidat dan dinyatakan gugur oleh KPUD. Kalau calon walikota gugur dan dianggap tidak memenuhi syarat serta harus dicoret dalam kontestasi Pilkada, Artha mengatakan, hal tersebut tidak serta merta menggugurkan pasangannya. “Misalnya calon wakil walikota gugur, walikotanya tetap sah. Silahkan calon walikota tersebut mencari calon pendampingnya yang dinyatakan gugur itu,” demikian Artha. bob

Senin, 15 Februari 2010

APMD Tuding Perekrutan Pegawai Bank NTB Sarat KKN

Dua Anak Pegawai Bank NTB Lolos

Puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa di Kantor PT. Bank NTB (BPD NTB), Senin (15/2) kemarin.  Mereka memprotes hasil kelulusan seleksi penerimaan pegawai yang dinilai sarat praktek Kolusi,  Korupsi dan Nepotisme (KKN).

MATARAM (Patroli Post) - Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Masyakat Peduli BUMD (AMPD) mendatangi gedung BPD di Jl. Langko, Mataram dengan membawa sejumlah atribut diantaranya yakni poster yang bertuliskan berbagai nada kecaman.
Menurut mereka pada 2 hingga 7 Oktober 2009 lalu, PT. Bank NTB telah melakukan perekrutan pegawai tetap khusus bagi tenaga On The Job Training (OJT) dan tenaga kontrak.
Belakangan mereka menilai, sejatinya ada beberapa orang peserta seperti dari Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang ternyata dapat mengikuti  tes seleksi meskipun sebelumnya mereka sama sekali tidak termasuk tenaga OJT maupun sebagai tenaga kontrak.
Mereka tidak hanya hanya sekadar dapat mengikuti tes melainkan juga dinyataan lulus dan telah mendapatkan SK pengangkatan. “Ini adalah praktek kecurangan yang sangat kita sayangkan terjadi pada bank kebanggan masyarakat di NTB,” kata koordinator lapangan (korlap) aksi, Asep kepada wartawan dalam orasinya.
Sementara mereka yang tadinya sudah bertahun-tahun mengabdi sebagai tenaga kontrak dan OJT kehilangan kesempatan. Para pendemo yang di dalamnya termasuk para tenaga OJT dan tenaga kontrak yang tidak lulus juga menyoroti adanya dua anak salah seorang pegawai PT. Bank NTB yang lulus pada perekrutan tersebut.
Kondisi tersebut mereka nilai bertentangan dengan kebijakan Direksi KW/01.12/0525/2009 tentang Testing OJT dan tenaga kontrak, menertibkan unsur Saudara, Anak, Menantu, Ponakan dan istri/ ipar (SAMPI) guna menghindari pelanggaran etika perbanan.
Karena itu mereka menuntut, supaya semua peserta tes diluluskan, transparansi hasil scoring, minta pada Bank Indonesia (BI) menindak tegas PT.Bank NTB serta meminta pihak kepolisian dan kejaksaan mengusut tuntas kasus yang memalukan itu.  rul

Divonis Seumur Hidup, Susrama Banding


Terdakwa I Nyoman Susrama yang diduga sebagai otak pembunuhan Redaktur Radar Bali, AA Bagus Narendra Prabangsa, divonis pidana penjara seumur hidup oleh majelis hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (15/2) kemarin.
DENPASAR (Patroli Post) – Putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa tersebut, lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menginginkan terdakwa dihukum mati.
Atas putusan majelis hakim tersebut, Susrama langsung menyatakan banding. Hal itu didasarkan atas keyakinan Susrama bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus kematian Prabangsa.
”Demi Tuhan dan arwah para leluhur, saya tidak melakukan pembunuhan itu, dan saya akan banding,” ujar Susrama, yang juga adik kandung Bupati Bangli, I Nengah Anjawa ini.
Dalam amar putusan yang dibacakan sekitar lima jam itu, majelis hakim yang diketuai Djumain SH juga menjatuhkan vonis pidana 20 tahun penjara kepada terdakwa Komang Gede ST. Putusan ini jelas lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menghendaki agar terdakwa dihukum seumur hidup.
Terkait putusan tersebut para kuasa hukum terdakwa menyatakan akan melakukan banding. Ditemui Patroli Post usai sidang kemarin, kuasa hukum Susrama, Sugeng Teguh Santosa mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Pasalnya, semua yang memberatkan terdakwa seperti yang tertuang dalam BAP digunakan sebagai dasar pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonisnya.
”Karena para terdakwa telah mencabut keterangannya dalam BAP, seharusnya hakim menggunakan fakta di persidangan, bukan sebaliknya keterangan BAP yang diambil alih hakim,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut pengacara Ari Muladi (tersangka kasus kriminalisasi KPK, red) ini, dalam putusannya majelis hakim mencantumkan motif pemberitaan sebagai latar belakang pembunuhan. ”Padahal dalam kesaksian Rai Warsa dan Candra Gufta di persidangan menyebutkan, tidak ada motif pemberitaan. Lalu yang dipakai pertimbangan hakim apa?” tanyanya.
“Karena hakim berbicara keadilan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka demi terpenuhinya keadilan yang ber-Ketuhahan Maha Esa, kami ajukan banding,” tegasnya.
Sementara di tempat terpisah, saksi mahkota yang membuka tabir pembunuhan berencana ini, Ida Bagus Narbawa alias Gus Oblong oleh majelis hakim di vonis lima tahun penjara. Putusan ini lebih berat dari tuntutan JPU yakni 2,5 tahun.
Terkait putusan tersebut, Made Bandem Dananjaya, kuasa hukum Gus Oblong menyatakan akan mempertimbangkannya. “Kami akan mempertimbangan putusan majelis hakim yang terkesan beda dengan terdakwa lain, yang justru lebih ringan dari tuntutan JPU,” ucapnya usai sidang.
Namun selama menjalani hukuman lanjut pengacara Corby ini, pihaknya mengharapkan agar Gus Oblong dipisahkan dengan terdakwa lainnya. ”Kami akan mendatangi Kejati, Polda dan bersurat secara resmi ke Lembaga Perlindungan Saksi (LPS) guna menjamin keselamatan klien kami,” paparnya.
Saat didesak, apakah ada ancaman yang diterima Gus Oblong selama dalam persidangan, Made Bandem menyatakan, ”Secara langsung klien kami tidak menyampaikan hal tersebut, namun demi keselamatannya kami berharap agar dia  dipisahkan dengan terdakwa lainnya,” pintanya.
Dalam pada itu, istri almarhum Prabangsa, AA Sagung Mas Prihantini yang hadir dalam persidangan tersebut saat diminta komentarnya tentang vonis majelis hakim yang dijatuhkan kepada para terdakwa, menyatakan pasrah. 
“Puas tidak puas (terhadap putusan majelis hakim, red), yang jelas suami saya toh tidak akan hidup kembali. Karena itu, semuanya saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa,” ucapnya lirih, dengan mata berkaca-kaca mengembang air mata. sud

Kamis, 04 Februari 2010

Temuan BPK Bukti Awal Penyidikan Korupsi

Terkait Penyimpangan di BPD Bali


Hasil audit BPK terkait kebocoran penyimpangan dana di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dan sejumlah SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dapat dijadikan bukti awal bagi proses penyidikan lebih lanjut terhadap dugaan tindak pidana korupsi.

DENPASAR (Patroli Post) - Demikian ditegaskan pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Rai Setyabudi, SH, MS, saat dimintai komentarnya, Kamis (4/2) kemarin.
Kepada Patroli Post, mantan Dekan Fakultas Hukum Unud ini mengatakan, setelah ditemukannya bukti penyimpangan dana oleh BPK, pihak kepolisian atau kejaksaan hendaknya segera turun tangan untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.
Penyidikan itu, kata dia, untuk mengetahui lebih jauh unsur pidana yang terdapat dari kebocoran anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut. “Kalau temuannya karena kesalahan administratif, maka selesaikan melalui mekanisme administratif. Sebaliknya, jika mengandung unsur pidana, maka perfsoalan itu sudah masuk indikasi dugaan korupsi dan harus diselesaikan lewat jalur hukum pidana,” tandas Setyabudi.
Hal penting yang perlu ditekankan, lanjut dia adalah mencari dugaan awal unsur memperkaya diri sendiri, sebagaimana diatur dalam delik tindak pidana korupsi. Jika itu terjadi, maka proses penyelesaiannya tidak bisa berhenti sampai pada penyelesaian proses administratif saja. “Maka harus dibongkar kasusnya. Kalau terjadi penyimpangan, seperti adanya unsur memperkaya diri, maka hal itu dapat digolongkan sebagai delik pidana (korupsi, red),” urai dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora. Menurut pria yang getol menyorot kasus korupsi di Bali ini, dirinya sangat menyayangkan sikap BPD yang melakukan penyimpangan sesuai dengan temuan BPK RI.
BCW sendiri, kata dia, akan menindaklanjuti kasus ini dengan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK dan kaukus anti korupsi DPD RI di Jakarta. “Segera akan kita laporkan,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan Wirata, jauh sebelum temuan BPK saat ini, kasus serupa pernah muncul pada tahun 2006 silam. Menurutnya, kasus sejenis seperti ini, pernah menyeret nama Dewa Made Berata, yang saat itu menjabat Gubernur Bali. “Pada saat itu Dewa Berata menerima uang Rp1,8 miliar dari BPD Bali. Padahal, pemberian dana fee tersebut sama sekali tidak sesuai dengan mekanisme perundang-undangan,” jelasnya.
Kendati begitu, Wirata sangat menyayangkan hingga kini kasus tersebut belum ditindaklajuti oleh KPK. Padahal, kasus ini sudah masuk di meja kantor KPK di Jakarta.
Sementara penegak hukum di Bali, lanjut dia, tidak dapat berbuat banyak terkait kasus tersebut. “Penegak hukum di Bali tidak jelas kinerjanya. Maka, kita juga sangat menyangsikan temuan BPK kali ini akan ditelusuri dan ditindaklajuti. Kita sanksikan komitmennya,” demikian Wirata.

Tindak Pemberian "Fee" BPD

Sebelumnya, Pimpinan "Indonesian Corruption Watch" (ICW) di Jakarta, Rabu (3/2) lalu, meminta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) segera mengambil tindakan tegas atas praktik pemberian "fee" dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) kepada kepala daerah.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Adnan Topan Husodo, mengatakan, pemberian "fee" kepada kepala daerah tersebut adalah tindakan ilegal dan melanggar hukum.
"Kami meminta pimpinan DPD bisa mengambil tindakan tegas atas tindakan ilegal dan melanggar hukum dari pimpinan BPD yang memberikan `fee` kepada kepala daerah," kata Adnan Topan Husodo usai menyampaikan hasil kajian ICW kepada pimpinan Komite IV DPD.

Menurut dia, persoalan pemberian "fee" dari BPD kepada kepala daerah adalah persoalan daerah yang menjadi polemik bagi masyarakat di daerah.
Adnan meminta, DPD sebagai representasi perwakilan masyarakat daerah bisa mengatasi persoalan ini dengan melakukan pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri dan pimpinan BPD.
Koordinator Divisi Investigasi ICW Agus Sunaryanto mengatakan, ICW sedang menelusuri hubungan antara kepala daerah dengan direksi BPD.
Agus menduga, pemberian "fee" dari direksi BPD kepada kepala daerah tidak diberikan begitu saja tapi ada keuntungan tertentu yang diterima direksi BPD.

"Di Provinsi Nusa Tenggara Barat pemberian `fee` ada kompensasinya yakni direksi BPD diuntungkan dengan kebijakan kepala daerah terkait dana pensiun," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, kejaksaan tinggi di beberapa provinsi telah telah memeriksa direksi BPD dan bahkan ada yang telah menetapkan sebagai tersangka. bob/yes

Senin, 01 Februari 2010

“Disodok” Ferarri, Polda Tak Berkutik


Disodok seputar keberadaan tiga unit mobil mewah jenis Ferarri di Bali yang diduga bodong, jajaran Polda Bali ternyata tak bisa ‘berkutik’ atau tidak dapat berbuat banyak.

DENPASAR (Patroli Post) – Polda hanya bisa mengambil langkah hukum berupa pemberian tilang kepada pemilik tiga buah mobil berlogo kuda jingkrak tersebut. Demikian ditegaskan Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Bali, Kombes Pol. Bambang Sugeng dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Bali, Senin (1/2) kemarin.
Dalam rapat yang dihadiri Kapolda Bali, Irjen Pol. H. Sutisna tersebut, Bambang menyatakan, secara yuridis keberadaan tiga unit mobil Ferarri tersebut sah adanya. Mengingat, pemilik mobil mewah itu sudah memiliki form B, sebagai syarat kepemilikan mobil mewah di Bali.
Form B tersebut, lanjut Bambang, didapat pemilik setelah sebelumnya mendapatkan faktur dari main dealer tempat mobil itu dikeluarkan, berdasarkan keterangan importir.
“Persoalannya adalah, Form B Ferarri tersebut asli tapi belum didaftarkan ke Dinas Samsat. Tindakan hukum yang bisa kami lakukan hanya menilang,” tegasnya, menjawab pertanyaan Ketua Komisi I DPRD Bali, I Made Arjaya.
Menurut Bambang, dengan begitu, maka ketiga unit Ferarri yang menghebohkan tersebut, dilarang untuk berkeliaran lagi di jalan. Sementara itu, mengenai besaran tilang yang dikenakan kepada pemilik mobil Ferarri, hanya sebesar Rp60 ribu, untuk satu unit mobil saja.
Mengenai dikembalikannya mobil tersebut kepada pemiliknya, Bambang mengaku hal itu terkait pengamanan mobil mewah itu saja. Sebab menurutnya, Polda Bali tidak memiliki tempat yang aman dan cukup untuk menyimpan mobil yang ditilang itu.
Itu dilakukan, karena Polda Bali tidak aman dan tidak memiliki standar untuk pengamanan barang bukti tersebut. Dengan demikian, berdasarkan hukum, barang bukti yang sudah disita boleh dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing, jelas Bambang. “Tapi tindakan kami legal. Kami tidak mau melanggar hukum yang ada. Kasus Ferarri sudah kita anggap selesai,” kilahnya.
Kendati begitu, jawaban yang diberikan Bambang justru membuat anggota DPRD Bali tidak habis pikir. Menurut Arjaya, jawaban yang diberikan Bambang, justru sangat mencengangkan. Apalagi, kata Arjaya, tindakan hukum yang diambil oleh Polda Bali hanya mengenakan tilang dengan jumlah yang sangat kecil, jauh dari jumlah pajak yang harus dibayar selama satu tahun, jika nominal tilang tersebut diakumulasi.
“Tilang Rp60 ribu itu jawaban yang sangat mencengangkan. Kalau setiap hari mobil itu ditilang, paling-paling dalam satu tahun dia hanya bayar sekitar Rp21 juta. Jauh dari kewajiban pajak yang harus dibayarkan setiap tahunnya,” kata dia.
Arjaya juga menyoroti jumlah form B yang saat ini beredar di Bali. Menurutnya, kasus Ferarri ini merupakan kasus mobil bodong yang legal. Lebih jauh, Arjaya meminta Polda Bali agar memberikan rasa keadilan hukum yang sepadan dengan masyarakat lainnya.
“Kami harap juga operasi ditujukan kepada seluruh mobil mewah yang ada di Bali. Sebab, mobil ini rawan diselundupkan. Biar ada efek jera, kami juga minta agar main dealer di Bali untuk diselidiki,” pinta poltisi asal Sanur ini.
Selain Arjaya, nada menyindir juga datang dari anggota Komisi I, Ketut Tama Tenaya. Menurut Tama, dirinya sangat mencintai mobil mewah, apalagi berwarna merah. “Baru saya mau lihat ke Polda, mobilnya malah sudah dilepas,” sindirnya.
Tama juga berharap ke depan ada pengaturan secara khusus terkait keberadaan mobil dengan kapasitas mesin besar. Sebab menurutnya, persoalan ini akan menambah keruwetan dalam pengaturannya, jika tidak ditindak dari sekarang.
Senada dengan Arjaya dan Tama, Ngakan Made Samudera juga meminta kepada Polda Bali agar melakukan deteksi dini terkait keberadaan mobil mewah di Bali.
Bahkan, Samudera meyakini, tidak hanya Ferarri yang beredar di Bali, tapi juga banyak jenis mobil mewah lainnya.” Agar ada efek jera. Selain itu juga kita menyelamatkan pendapatan Bali dari pajak. Karena tidak menutup kemungkinan ada biaya siluman dari pengadaan mobil mewah tersebut,” ucap politisi asal Nusa Penida ini.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Kapolda Bali, Irjen Pol H. Sutisna yang ditemui usai hearing mengatakan, saat ini ketiga unit Ferarri tersebut tidak boleh lagi berkeliaran di jalan.
Selama belum memproses ijin lebih jauh, kata Kapolda, mobil itu tetap tidak boleh dikeluarkan. Hanya saja, lanjut dia, form B yang dimiliki oleh pemilik tidak memiliki tenggat waktu masa berlakunya. “Sehingga, segala halnya ditanggung oleh pemilik, sampai kapan dia akan bertahan dengan hal tersebut,” demikian Sutisna. bob