DENPASAR (PatroliPost)- Terseretnya dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto sebagai tersangka terkait testimoni Antasari Azhar, mengundang keprihatinan berbagai pihak terutama para pemerhati dan praktisi hukum di Bali, karena hal itu akan berdampak pada jatuhnya legitimasi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Demikian disampaikan pakar hukum Pidana dan Kriminologi Universitas Udayana, Ketut Rai Setyabudi kepada Patroli Post yang diminta komentarnya, Kamis (17/9) kemarin. Menurutnya, upaya mengobok-obok KPK ditengarai sebagai sebuah upaya untuk menjatuhkan legitimasi KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana ini berharap pihak kepolisian tidak gegabah dalam menangani permasalahan dugaan suap di tubuh KPK. “Pihak kepolisian harus bertindah hati-hati. Jika KPK diobok-obok harus disertai bukti yang kuat,” ungkapnya.
Hal itu lanjut Setyabudi dapat memberikan pengaruh terhadap eksistensi dan legitimasi kinerja KPK dalam memberantas korupsi. ”Kalau pimpinannya terseret kasus hukum, legitimasi lembaganya pasti akan turun,” tambahnya.
Oleh karena itu dia berharap, meskipun dua pimpinan KPK diseret sebagai tersangka oleh pihak kepolisian, kinerja KPK hendaknya jangan berhenti dalam memberantas korupsi. “Kita tetap harapkan semangat KPK dalam memerangi korupsi tidak pernah kendor, walau pimpinan lembaga tersebut kini ditetapkan sebagai tersangka,” tandasnya.
Disinggung upaya ke depan yang mesti dilakukan pemerintah dalam menjaga kredibilitas dan integritas KPK, Setyabudi menegaskan, “Pemerintah harus lebih selektif memilih orang. Ketika petinggi KPK tersangkut masalah hukum, maka itu menunjukkan bahwa secara etika internal KPK belum kuat. Personel KPK harus memiliki latar belakang integritas yang baik. Bukan dipilih karena dorongan politik semata,” ujarnya.
Tim independen
Sementara itu, Ketua Transparancy International Indonesia Todung Mulya Lubis di Jakarta, Kamis, mengusulkan pembuatan tim investigasi independen untuk menelusuri kasus dugaan tindak penyalahgunaan wewenang yang dituduhkan terhadap dua Wakil Ketua KPK.
"Terhadap kasus yang menimpa dua Wakil Ketua KPK, seharusnya ada tim investigasi independen," kata Todung dalam diskusi "Bencana Kriminalisasi KPK".
Sebagaimana telah diberitakan, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang, terkait dengan pencegahan Anggoro Widjojo (ke luar negeri) dan pencabutan pencegahan Joko Tjandra.
Menurut dia, bila tim investigasi tersebut baik dibuat oleh polisi maupun KPK, dicemaskan masih terdapat aroma rivalitas antara keduanya.
Todung juga memaparkan, dirinya siap bersedia bila ditunjuk untuk memimpin bila tim investigasi independen tersebut jadi dibentuk. "Saya mau memimpin tim investigasi itu," katanya.
Ia menegaskan, tim investigasi independen memiliki manfaat agar dapat menelusuri dan menelaah kasus yang menimpa jajaran pimpinan KPK tersebut secara lebih objektif dan berdasarkan fakta-fakta hukum.
Sementara itu, pembicara lainnya Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengatakan, dirinya sudah menduga akan dijadikan tersangka karena terkait pula dengan adanya upaya sistematis dari sejumlah pihak yang tidak senang dengan agenda pemberantasan korupsi yang dilakukan komisi antikorupsi tersebut.
"Saya sudah menduga, bila fenomena `corruptor fight back` (koruptor melawan balik) semakin membesar, saya akan dijadikan tersangka," kata Bibit.
Sementara aktivis buruh, Muchtar Pakpahan mengatakan, penyadapan dan pencegahan merupakan wewenang KPK.
Muchtar juga mengatakan, bila memang terjadi penyalahgunaan wewenang maka hal tersebut bukanlah tindak pidana.
"Mekanisme pertanggungjawaban KPK kepada publik seharusnya dilakukan oleh DPR dengan memanggil pihak KPK," katanya. sud/ant
Kamis, 17 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar