Minggu, 08 November 2009
Rabu, 04 November 2009
Pembangunan LED TV Bali Dihentikan
WP Bandel Akan Disita Asetnya
Dinas Pendapatan Daerah Badung menghentikan proses pembangunan LED TV Bali, yang sedang dalam tahap pengerjaan awal di By Pass Ngurah Rai, tepat di seberang barat Patung Dewa Ruci Simpang Siur. Menurut Kadispenda Badung, Anak Agung Alit Agung, Rabu (4/11) kemarin, proyek ini dihentikan karena tidak mengantongi izin.
BADUNG (Patroli Post) – “Tidak jelas juga proyek apa yang dikerjakan di By Pass Ngurah Rai itu karena mereka tidak pernah mengurus izin,” ujar Alit Agung. Yang dia ketahui, hanyalah proyek itu milik PT Infinity, selebihnya tidak diketahui. Karenanya, Kadispenda meminta agar bangunan yang sudah telanjur didirikan segera dirobohkan karena berada di kawasan bebas bangunan dan reklame.
Sementara itu, penanggungjawab proyek, Daniel yang dikonfirmasi melalu telepon kemarin mengatakan, pihaknya hanyalah kontraktor yang ditugaskan mengerjakan pembangunan LED TV Bali ini. “Kami mendapat proyek ini dari pemerintah pusat, Jakarta,” ujarnya tanpa merinci dari kantor mana yang mengadakan proyek ini. saat ini, menurut pengakuan Daniel, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pusat, apa langkah yang akan dilakukan setelah dikannya pembangunan. “Kami tidak bisa memutuskan karena kami hanya bertugas melakukan pekerjaan pembangunan,” ujar Daniel lagi.
Dari pantauan Patroli Post kemarin, tidak lagi ada kegiatan dari tukang setelah proyek ini dihentikan. Bagunan setengah jadi itu terlihat sepi di pinggir jalan yang ramai dilalui kendaraan roda empat dan roda dua. Sejumlah bahan bangunan bahkan dibiarkan begitu saja di lokasi tanpa ditunggui.
Capai Rp80 M
Sementara mengenai sikapnya terhadap wajib pajak (WP) bandel yang tidak mau membayar pajak hotel dan restoran (PHR) di daerah ini, ia mengatakan akan mengenakan sanksi tegas. Sebab, saat ini piutang PHR Badung mencapai Rp80 miliar lebih belum masuk ke kas kabupaten terkaya di Bali ini.
“Hingga saat ini sudah mencapai Rp 80 miliar piutang lama dan baru belum dibayar oleh WP,” ujar Kadispenda Badung I Gusti Agung Alit Agung, Rabu (4/11) kemarin, setelah menggelar rapat koordinasi dengan melibatkan dua unsur yaitu unsur pemerintah dan penegak hukum.
Dari unsur penegak hukum yang dilibatkan adalah kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Sedangkan dari pemerintah adalah Dispenda, Bagian Perekonomian, Badawasda, dan Satpol PP.
“Dari hasil koordinasi itu, (kemarin, red) WP bandel ini akan kita proses sesuai aturan yang berlaku, kalau tetap bandel terpaksa kita berikan tindakan tegas dengan melakukan penyitaan,” katanya.
Adapun aturan yang dia maksud adalah mulai dari pemberian teguran pertama, kedua dan teguran ketiga. Bila teguran ketiga WP belum memenuhi kewajibannya, maka Dispenda akan melimpahkan kasus ini ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penyitaan.
“Daftar WP bandel ini sudah kita pegang. Nanti, sebelum Kejaksaan melakukan penyitaan kita akan ekpose dulu besar-besaran di media massa, biar mereka kapok,” ancam Alit Agung. vtr/ana
Dinas Pendapatan Daerah Badung menghentikan proses pembangunan LED TV Bali, yang sedang dalam tahap pengerjaan awal di By Pass Ngurah Rai, tepat di seberang barat Patung Dewa Ruci Simpang Siur. Menurut Kadispenda Badung, Anak Agung Alit Agung, Rabu (4/11) kemarin, proyek ini dihentikan karena tidak mengantongi izin.
BADUNG (Patroli Post) – “Tidak jelas juga proyek apa yang dikerjakan di By Pass Ngurah Rai itu karena mereka tidak pernah mengurus izin,” ujar Alit Agung. Yang dia ketahui, hanyalah proyek itu milik PT Infinity, selebihnya tidak diketahui. Karenanya, Kadispenda meminta agar bangunan yang sudah telanjur didirikan segera dirobohkan karena berada di kawasan bebas bangunan dan reklame.
Sementara itu, penanggungjawab proyek, Daniel yang dikonfirmasi melalu telepon kemarin mengatakan, pihaknya hanyalah kontraktor yang ditugaskan mengerjakan pembangunan LED TV Bali ini. “Kami mendapat proyek ini dari pemerintah pusat, Jakarta,” ujarnya tanpa merinci dari kantor mana yang mengadakan proyek ini. saat ini, menurut pengakuan Daniel, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pusat, apa langkah yang akan dilakukan setelah dikannya pembangunan. “Kami tidak bisa memutuskan karena kami hanya bertugas melakukan pekerjaan pembangunan,” ujar Daniel lagi.
Dari pantauan Patroli Post kemarin, tidak lagi ada kegiatan dari tukang setelah proyek ini dihentikan. Bagunan setengah jadi itu terlihat sepi di pinggir jalan yang ramai dilalui kendaraan roda empat dan roda dua. Sejumlah bahan bangunan bahkan dibiarkan begitu saja di lokasi tanpa ditunggui.
Capai Rp80 M
Sementara mengenai sikapnya terhadap wajib pajak (WP) bandel yang tidak mau membayar pajak hotel dan restoran (PHR) di daerah ini, ia mengatakan akan mengenakan sanksi tegas. Sebab, saat ini piutang PHR Badung mencapai Rp80 miliar lebih belum masuk ke kas kabupaten terkaya di Bali ini.
“Hingga saat ini sudah mencapai Rp 80 miliar piutang lama dan baru belum dibayar oleh WP,” ujar Kadispenda Badung I Gusti Agung Alit Agung, Rabu (4/11) kemarin, setelah menggelar rapat koordinasi dengan melibatkan dua unsur yaitu unsur pemerintah dan penegak hukum.
Dari unsur penegak hukum yang dilibatkan adalah kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Sedangkan dari pemerintah adalah Dispenda, Bagian Perekonomian, Badawasda, dan Satpol PP.
“Dari hasil koordinasi itu, (kemarin, red) WP bandel ini akan kita proses sesuai aturan yang berlaku, kalau tetap bandel terpaksa kita berikan tindakan tegas dengan melakukan penyitaan,” katanya.
Adapun aturan yang dia maksud adalah mulai dari pemberian teguran pertama, kedua dan teguran ketiga. Bila teguran ketiga WP belum memenuhi kewajibannya, maka Dispenda akan melimpahkan kasus ini ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penyitaan.
“Daftar WP bandel ini sudah kita pegang. Nanti, sebelum Kejaksaan melakukan penyitaan kita akan ekpose dulu besar-besaran di media massa, biar mereka kapok,” ancam Alit Agung. vtr/ana
Ketut Sudiharsa Akui Kenal Anggodo
Terkait Rekaman Penyadapan KPK
DENPASAR (Patroli Post) – Teka-teki tentang nama seseorang berinisial Ketut dalam rekaman penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diputar dalam Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/11) lalu, akhirnya terjawab.
Pasalnya, seseorang berinisial Ketut yang disebut-sebut oleh orang yang diduga Anggodo Widjaja (saudara Anggoro Widjaja, tersangka dugaan korupsi yang ditangani dan jadi buronan KPK) dalam rekaman tersebut, diketahui bernama Ketut Sudiharsa, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal tersebut diakui sendiri oleh Sudiharsa saat diwawancarai reporter teveone, Rabu (4/11) malam kemarin yang bertajuk “Mengulas Rekaman KPK”.
Dalam pengakuannya, Sudiharsa mengatakan bahwa dirinya memang mengenal Anggodo dan pernah didatangi ke kantornya untuk keperluan mengajukan permohonan perlindungan untuk kakaknya Anggoro Widjojo.
“Anggodo saat itu datang dengan membawa surat pengantar dari Bareskrim Mabes Polri, sehingga kami langsung menggelar rapat pleno, untuk selanjutnya dilakukan penelitian dengan cepat,” papar Sudiharsa yang mengaku mantan anggota Reserse itu.
Ketika ditanya, kenapa pihaknya langsung merespon permohonan Anggodo, menurut Sudiharsa, hal itu dilakukan karena yang bersangkutan membawa surat pengantar dari Bareskrim Mabes Polri. “Dengan surat pengantar dari Bareskrim itu, saya pikir kasus Anggoro itu sangat khusus. Disamping itu, namanya orang datang minta perlindungan, ya saya terima. Karena fungsi LPSK itu sendiri sebagai mitra dari aparatur penegak hukum,” kilahnya.
Pada bagian lain, Sudiharsa juga mengatakan bahwa dirinya sempat memperingati Anggodo saat dirinya menerima telepon dari yang bersangkutan bahwa pembicaraannya bisa disadap KPK.
“Saya sendiri sebetulnya tidak takut disadap. Tapi, yang namanya orang minta perlindungan ke LPSK harus kami lindungi,” terangnya, yang menyatakan Anggodo pernah datang tiga kali menemui dirinya di kantor.
Sudiharsa juga mengatakan dirinya pernah ditelpon oleh orang KPK yang meminta supaya tidak melindungi Anggoro.
Bukan Pemadam Kebakaran
Seemtara itu, anggota Tim 8 Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Dua Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Todung Mulya Lubis menegaskan, tim independen bukan merupakan pemadam kebakaran.
"Tim sering dibentuk seperti pemadam kebakaran. Tapi kita tidak mau. Tim ini harusnya tidak hanya memverifikasi Chandra dan Bibit saja, tapi lihat tujuan akhir yang lebih strategis," katanya pada pertemuan tim dengan para pemimpin media massa di Jakarta, Rabu malam.
Todung mengatakan, pemutaran rekaman yang diduga berisi upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/11) membuka mata masyarakat bahwa "mafia peradilan" itu masih eksis dan berujung pada bobroknya penegakan hukum Indonesia.
"Penegakan hukum itu harusnya adalah harta yang tidak bisa ditawar. Tadi ketemu dengan Kapolri bahwa setelah mendengar isi rekaman, kita sepakat merasa terhina," lanjutnya.
Hal senada diungkapkan anggota Tim 8 lainnya Anies Baswedan, yang mengatakan tim tidak sekadar berkutat pada pelemahan KPK dengan sempat ditahannya dua pimpinan KPK non aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
"Banyak problem dalam kasus ini, baik meliputi reformasi penegakan hukum, maupun skandal-skandal yang potensial untuk eksplosif," ujarnya. yes/ant
DENPASAR (Patroli Post) – Teka-teki tentang nama seseorang berinisial Ketut dalam rekaman penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diputar dalam Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/11) lalu, akhirnya terjawab.
Pasalnya, seseorang berinisial Ketut yang disebut-sebut oleh orang yang diduga Anggodo Widjaja (saudara Anggoro Widjaja, tersangka dugaan korupsi yang ditangani dan jadi buronan KPK) dalam rekaman tersebut, diketahui bernama Ketut Sudiharsa, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal tersebut diakui sendiri oleh Sudiharsa saat diwawancarai reporter teveone, Rabu (4/11) malam kemarin yang bertajuk “Mengulas Rekaman KPK”.
Dalam pengakuannya, Sudiharsa mengatakan bahwa dirinya memang mengenal Anggodo dan pernah didatangi ke kantornya untuk keperluan mengajukan permohonan perlindungan untuk kakaknya Anggoro Widjojo.
“Anggodo saat itu datang dengan membawa surat pengantar dari Bareskrim Mabes Polri, sehingga kami langsung menggelar rapat pleno, untuk selanjutnya dilakukan penelitian dengan cepat,” papar Sudiharsa yang mengaku mantan anggota Reserse itu.
Ketika ditanya, kenapa pihaknya langsung merespon permohonan Anggodo, menurut Sudiharsa, hal itu dilakukan karena yang bersangkutan membawa surat pengantar dari Bareskrim Mabes Polri. “Dengan surat pengantar dari Bareskrim itu, saya pikir kasus Anggoro itu sangat khusus. Disamping itu, namanya orang datang minta perlindungan, ya saya terima. Karena fungsi LPSK itu sendiri sebagai mitra dari aparatur penegak hukum,” kilahnya.
Pada bagian lain, Sudiharsa juga mengatakan bahwa dirinya sempat memperingati Anggodo saat dirinya menerima telepon dari yang bersangkutan bahwa pembicaraannya bisa disadap KPK.
“Saya sendiri sebetulnya tidak takut disadap. Tapi, yang namanya orang minta perlindungan ke LPSK harus kami lindungi,” terangnya, yang menyatakan Anggodo pernah datang tiga kali menemui dirinya di kantor.
Sudiharsa juga mengatakan dirinya pernah ditelpon oleh orang KPK yang meminta supaya tidak melindungi Anggoro.
Bukan Pemadam Kebakaran
Seemtara itu, anggota Tim 8 Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Dua Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Todung Mulya Lubis menegaskan, tim independen bukan merupakan pemadam kebakaran.
"Tim sering dibentuk seperti pemadam kebakaran. Tapi kita tidak mau. Tim ini harusnya tidak hanya memverifikasi Chandra dan Bibit saja, tapi lihat tujuan akhir yang lebih strategis," katanya pada pertemuan tim dengan para pemimpin media massa di Jakarta, Rabu malam.
Todung mengatakan, pemutaran rekaman yang diduga berisi upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (3/11) membuka mata masyarakat bahwa "mafia peradilan" itu masih eksis dan berujung pada bobroknya penegakan hukum Indonesia.
"Penegakan hukum itu harusnya adalah harta yang tidak bisa ditawar. Tadi ketemu dengan Kapolri bahwa setelah mendengar isi rekaman, kita sepakat merasa terhina," lanjutnya.
Hal senada diungkapkan anggota Tim 8 lainnya Anies Baswedan, yang mengatakan tim tidak sekadar berkutat pada pelemahan KPK dengan sempat ditahannya dua pimpinan KPK non aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
"Banyak problem dalam kasus ini, baik meliputi reformasi penegakan hukum, maupun skandal-skandal yang potensial untuk eksplosif," ujarnya. yes/ant
Langganan:
Postingan (Atom)